Tarif bunga sanksi pajak untuk periode 1 sampai 31 Desember 2025 resmi ditetapkan pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 9/MK/EF/2025. Kebijakan ini mengatur tarif bunga per bulan yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi berupa bunga sekaligus imbalan bunga bagi wajib pajak yang berurusan dengan kekurangan bayar atau pengembalian kelebihan bayar pajak.
Di dalam keputusan tersebut, tarif bunga sanksi dibagi ke dalam lima level yang berlaku untuk berbagai jenis pelanggaran di ketentuan umum perpajakan. Rentangnya sekitar 0,51 persen sampai 2,18 persen per bulan dan digunakan antara lain untuk keterlambatan pembayaran, kurang bayar dalam surat ketetapan, atau sanksi atas pembetulan sendiri. Imbalan bunga bagi wajib pajak yang berhak menerima pengembalian kelebihan bayar ditetapkan sekitar 0,51 persen per bulan. Secara umum, tarif bulan Desember ini lebih tinggi dibanding periode November 2025 sehingga beban bunga bagi wajib pajak yang tidak tepat waktu cenderung meningkat.
Tarif bunga per bulan disusun dari suku bunga acuan yang ditetapkan menteri keuangan yang kemudian ditambah faktor penyesuaian untuk masing masing pasal lalu dibagi dua belas. Skema ini membuat perhitungan bunga bersifat seragam namun masih mencerminkan pergerakan suku bunga pasar. Dalam praktiknya, keterlambatan beberapa bulan saja dapat mengubah bunga sanksi yang terlihat kecil di atas kertas menjadi beban nyata di arus kas. “Bunga sanksi pajak mungkin terasa ringan per bulan, tetapi akan sangat mengganggu jika terlambat selama beberapa periode,” ujar analisis tim pajak Insimen.
Bagi dunia usaha, pesan kebijakan ini cukup jelas. Menunda pembayaran pajak kini semakin mahal karena setiap bulan keterlambatan memiliki harga yang terukur dan tidak bisa dinegosiasikan. Analisis lebih mendalam mengenai cara menyiasati kebijakan tarif bunga ini bisa ditemukan di Insimen untuk perspektif yang lebih tajam.









