Skip to main content

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pemerintah tidak akan mengulangi program pengampunan pajak atau tax amnesty dalam waktu dekat. Sikap ini disampaikan di Jakarta pada Jumat, 19 September 2025, saat ditanya mengenai masuknya Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak dalam daftar Program Legislasi Nasional Prioritas. Ia menyatakan pemberian pengampunan secara berulang akan merusak kredibilitas fiskal dan menciptakan ekspektasi salah di kalangan wajib pajak.

Purbaya menekankan bahwa setiap kali pemerintah membuka kesempatan tax amnesty, sebagian masyarakat justru tergoda menunda kewajiban. Mereka berasumsi akan ada program serupa di masa depan yang menghapuskan beban. Ia menilai pola pikir seperti ini tidak sehat dan dapat merusak disiplin perpajakan. Pemerintah menurutnya harus tegas dalam menegakkan aturan agar keadilan bisa dirasakan seluruh pihak yang patuh sejak awal.

Di sisi lain, DPR memasukkan RUU Pengampunan Pajak dalam daftar prioritas tahun 2025. Komisi XI DPR mengajukan rancangan tersebut dengan alasan memberikan peluang tambahan untuk menambah penerimaan negara. Namun pembahasan masih di tahap awal dan belum tentu berlangsung tahun ini. Purbaya menanggapi dengan hati-hati dan menegaskan pemerintah lebih memilih memperkuat instrumen pengawasan, termasuk melalui sistem Coretax dan pertukaran data antar lembaga.

Penolakan Menkeu dan Pertimbangan Kebijakan

Purbaya yang baru menjabat sejak awal September menyebut tax amnesty tidak bisa menjadi instrumen berulang. Ia mengingatkan program serupa sudah pernah digelar pada 2016 hingga 2017, dengan hasil deklarasi harta lebih dari Rp4,8 kuadriliun dan penerimaan uang tebusan sekitar Rp135 triliun. Pada 2022 pemerintah juga melaksanakan Program Pengungkapan Sukarela dengan hasil signifikan. Namun menurutnya, kepatuhan jangka panjang tidak selalu meningkat setelah dua skema besar itu.

Ia menyebut moral hazard sebagai alasan utama penolakan. Menurutnya, pengampunan yang dilakukan berkali-kali akan mendorong wajib pajak untuk terus menunggu program baru. Padahal, negara membutuhkan penerimaan pajak yang stabil agar pembangunan bisa berlanjut tanpa harus bergantung pada kebijakan luar biasa. Pemerintah ingin menunjukkan konsistensi agar dunia usaha memiliki kepastian.

Reaksi DPR dan Pelaku Usaha

Beberapa anggota DPR berpendapat tax amnesty bisa menjadi solusi cepat dalam meningkatkan penerimaan negara. Mereka menilai potensi harta yang belum terlapor masih besar, terutama yang tersimpan di luar negeri. Namun kritik datang dari sejumlah ekonom yang menilai manfaat jangka pendek tidak sebanding dengan risiko jangka panjang.

Pelaku usaha sendiri terbagi. Sebagian menyambut baik sikap tegas pemerintah karena kepastian kebijakan fiskal lebih penting untuk menjaga stabilitas. Sebagian lain masih berharap adanya kelonggaran, terutama bagi mereka yang menghadapi masalah administrasi perpajakan di masa lalu. Organisasi pengusaha menyarankan pemerintah lebih banyak memberi edukasi dan kemudahan administrasi agar kepatuhan bisa meningkat tanpa perlu amnesti baru.

Dampak bagi Kepatuhan Pajak

Sikap tegas pemerintah berarti wajib pajak tidak bisa lagi berharap pada kebijakan pemutihan. Perusahaan dan individu berpenghasilan tinggi harus mengutamakan kepatuhan reguler. Direktorat Jenderal Pajak kini memiliki sistem pemantauan yang lebih canggih dengan Coretax, sehingga potensi penggelapan akan lebih mudah dideteksi.

Pemerintah juga memperluas pertukaran data internasional melalui kerja sama otomatis antarotoritas pajak. Hal ini membuat ruang untuk menyembunyikan aset semakin sempit. Dengan langkah tersebut, target peningkatan rasio pajak terhadap produk domestik bruto diharapkan lebih realistis tercapai tanpa perlu insentif sekali jalan.

Kebijakan ini dipandang sebagai sinyal positif bagi kredibilitas fiskal Indonesia di mata investor. Negara dinilai serius menegakkan aturan, bukan sekadar mengejar penerimaan instan. Ke depan, konsistensi menjadi kunci agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga dan pelaku usaha dapat menyusun strategi jangka panjang dengan kepastian regulasi.

Penegasan pemerintah ini juga menunjukkan arah baru pasca reshuffle kabinet. Purbaya yang sebelumnya dikenal sebagai ekonom kini memegang kendali fiskal pada periode penting. Ia membawa pendekatan yang menekankan disiplin dan kepastian hukum. Dengan demikian, kepatuhan pajak diharapkan meningkat melalui penguatan pengawasan dan edukasi, bukan melalui pemutihan berulang.

Pernyataan Menteri Keuangan bahwa tax amnesty tidak akan diulang memberi pesan jelas bagi wajib pajak dan pelaku usaha. Fokus pemerintah kini adalah penegakan dan kepatuhan. Ke depan, pelaku usaha sebaiknya memperhatikan rekonsiliasi pajak, menjaga dokumentasi, dan mengutamakan kepatuhan agar tidak menghadapi masalah hukum.

Isu ini akan terus berkembang seiring pembahasan di DPR. Namun posisi tegas pemerintah bisa menjadi penentu arah. Untuk mengikuti perkembangan kebijakan fiskal terbaru, pembaca dapat melihat artikel terkait di Insimen mengenai penerimaan pajak semester I 2025 dan kebijakan Coretax dalam pengawasan pajak.


Eksplorasi konten lain dari Insimen

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Leave a Reply

Eksplorasi konten lain dari Insimen

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca