Skip to main content

Isu mengenai besarnya gaji anggota DPR RI kerap menimbulkan perdebatan publik. Banyak masyarakat menilai penghasilan wakil rakyat terlalu tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata pendapatan pekerja di Indonesia. Namun, jika ditelusuri dari sumber hukum dan regulasi resmi, asal usul gaji besar DPR justru berangkat dari gaji pokok yang kecil tetapi dilapisi oleh banyak tunjangan dan fasilitas.

Payung hukum sejak 1980

Hak keuangan anggota DPR pertama kali dijamin dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980. Aturan ini menetapkan bahwa pimpinan dan anggota lembaga tinggi negara, termasuk DPR, berhak atas gaji pokok serta hak administratif lain. Ketentuan ini kemudian diperkuat kembali oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Undang-undang ini menegaskan bahwa detail hak keuangan anggota DPR dapat diatur lebih lanjut oleh pimpinan DPR sesuai koridor hukum. Artinya, struktur gaji besar yang terlihat hari ini berawal dari legitimasi undang-undang sejak puluhan tahun lalu.

Gaji pokok yang kecil

Banyak orang tidak menyadari bahwa gaji pokok anggota DPR relatif kecil. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000, gaji pokok Ketua DPR hanya Rp5.040.000 per bulan, Wakil Ketua Rp4.620.000, dan anggota DPR Rp4.200.000. Jumlah ini tidak pernah mengalami kenaikan besar sejak ditetapkan. Dari angka tersebut terlihat bahwa gaji pokok murni sebenarnya jauh lebih rendah daripada yang dibayangkan publik.

Lapisan tunjangan yang memperbesar pendapatan

Besarnya penghasilan anggota DPR justru berasal dari tunjangan. Sejak era Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2003, pejabat negara memperoleh tunjangan jabatan. Kemudian pada 2010, Sekretariat Jenderal DPR RI mengeluarkan surat edaran yang merinci berbagai komponen tunjangan, di antaranya:

  • Tunjangan kehormatan untuk mencerminkan status sebagai pejabat negara.
  • Tunjangan komunikasi intensif yang dianggap penting untuk menjaga interaksi dengan konstituen.
  • Tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran.
  • Bantuan langganan listrik dan telepon yang mencapai jutaan rupiah per bulan.
  • Uang sidang atau uang paket yang diberikan saat kegiatan resmi.
  • Tunjangan pajak penghasilan Pasal 21 yang membuat beban pajak tidak banyak mengurangi penghasilan bersih.

Jika digabungkan, lapisan tunjangan ini bisa mencapai puluhan juta rupiah per bulan. Dengan demikian, take-home pay anggota DPR jauh lebih besar daripada gaji pokok.

Perumahan dan kompensasi uang sewa

Selama bertahun-tahun, anggota DPR disediakan rumah jabatan di kawasan Kalibata dan Ulujami. Namun pada periode terakhir, kebijakan berubah. Rumah jabatan dikembalikan ke pemerintah dan sebagai gantinya anggota DPR mendapat uang perumahan. Skema kompensasi yang diumumkan pimpinan DPR sebesar Rp50 juta per bulan berlaku sementara hingga Oktober 2025. Setelah itu, dana tersebut digunakan untuk menyewa rumah selama sisa masa jabatan. Kompensasi inilah yang menambah persepsi gaji DPR semakin besar.

Fasilitas penunjang kerja

Selain gaji dan tunjangan, ada pula pos anggaran lain yang sering dianggap sebagai bagian dari gaji DPR. Misalnya biaya reses ke daerah pemilihan, perjalanan dinas, dukungan staf ahli, dan biaya operasional alat kelengkapan dewan. Pos-pos ini dibiayai APBN dan melekat pada aktivitas anggota DPR, sehingga publik sering menyamakannya dengan penghasilan pribadi meskipun secara teknis berbeda.

Pensiun berbasis gaji pokok

Menariknya, hak pensiun anggota DPR tidak mengikuti jumlah total tunjangan, melainkan hanya 60 persen dari gaji pokok bulanan. Artinya, jika anggota DPR berhenti, pensiunnya relatif kecil. Hal ini menegaskan kembali bahwa besarnya gaji DPR selama aktif menjabat terutama disebabkan oleh tunjangan dan fasilitas.

DPR RI

Mengapa tunjangan dibuat banyak

Struktur tunjangan DPR didesain dengan alasan mendukung fungsi legislatif, anggaran, dan pengawasan. Tunjangan komunikasi intensif misalnya dipandang perlu karena anggota DPR harus terus berhubungan dengan konstituen di daerah pemilihan. Tunjangan listrik, telepon, hingga uang sidang diposisikan untuk menutup biaya operasional pribadi yang timbul selama menjalankan tugas. Sedangkan kompensasi rumah jabatan diberikan untuk memastikan anggota DPR memiliki tempat tinggal layak selama bekerja di Jakarta.

Dampak pada persepsi publik

Persepsi gaji DPR yang besar dipengaruhi oleh lapisan tunjangan, kompensasi rumah, dan fasilitas penunjang kerja. Jika dihitung secara total, seorang anggota DPR bisa menerima lebih dari Rp60 juta per bulan, bahkan lebih tinggi jika menjabat pimpinan. Jumlah itu sangat jauh di atas rata-rata upah minimum nasional sehingga memunculkan kritik publik. Namun secara hukum, seluruh komponen tersebut memiliki dasar yang sah dalam undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan surat edaran internal DPR.

Kesimpulan

Asal usul gaji besar DPR Indonesia berawal dari gaji pokok yang kecil, tetapi kemudian diperbesar oleh tunjangan berlapis dan fasilitas penunjang yang sah secara hukum. Perubahan kebijakan rumah jabatan menjadi uang sewa perumahan juga ikut memperbesar total penerimaan. Meski menuai kritik, struktur ini telah diatur melalui regulasi sejak lama dan diperkuat oleh berbagai keputusan resmi negara.

Leave a Reply

Eksplorasi konten lain dari Insimen

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca