Terra Drone menjadi sorotan tajam setelah kebakaran di gedung perkantorannya di Kemayoran, Jakarta Pusat, menewaskan sedikitnya 22 orang pada Selasa, 9 Desember 2025. Peristiwa ini memaksa Jakarta kembali bercermin tentang seberapa siap penghuni dan pengelola gedung bertingkat menghadapi situasi darurat api di tengah kota yang sangat padat.

Api yang berkobar di kawasan perkantoran, asap pekat yang menjebak pekerja di lantai atas, serta proses evakuasi yang berlangsung dalam tekanan tinggi menjadikan insiden ini bukan sekadar kecelakaan tunggal, tetapi alarm keras tentang manajemen risiko kebakaran di ibu kota. Di balik angka korban dan kerugian materiil, tersisa pertanyaan mengenai desain gedung, jalur evakuasi, budaya simulasi kebakaran, dan kesadaran penghuni terhadap prosedur penyelamatan diri.

Dalam konteks kota seperti Jakarta, kebakaran tidak bisa dipandang hanya sebagai masalah teknis instalasi listrik atau standar bangunan. Ini juga menyangkut perilaku sehari-hari, disiplin penghuni, serta sejauh mana semua pihak memahami langkah konkret yang harus diambil dalam hitungan detik ketika sirene menyala dan asap mulai terlihat.

Tragedi Terra Drone dan Alarm Kebakaran Jakarta

Kebakaran di gedung Terra Drone di kawasan Kemayoran terjadi pada jam sibuk ketika banyak pekerja masih berada di meja masing-masing. Api diduga bermula dari area penyimpanan atau pengujian baterai di salah satu bagian gedung, sebelum menyebar dan menghasilkan asap pekat yang cepat memenuhi beberapa lantai. Dalam waktu singkat, gedung berlantai tujuh itu berubah menjadi zona evakuasi darurat.

Petugas pemadam kebakaran dikerahkan dengan puluhan unit armada dan personel untuk memadamkan api dan mengevakuasi penghuni yang terjebak. Banyak korban meninggal diduga akibat menghirup asap dalam ruang tertutup, bukan semata karena kontak langsung dengan api. Pola ini menggambarkan bahaya utama kebakaran di gedung bertingkat: asap beracun dan kekurangan oksigen sering menjadi pembunuh pertama.

Detik-detik Api Melahap Gedung Terra Drone

Laporan dari otoritas setempat menyebutkan bahwa kebakaran Terra Drone mengakibatkan total puluhan korban, dengan 22 orang dinyatakan meninggal dunia dan lainnya mengalami luka atau trauma. Sebagian berhasil menyelamatkan diri menuju rooftop, sementara yang lain terjebak di lantai menengah tanpa jalur evakuasi yang cukup aman.

Sejumlah saksi menggambarkan adanya suara ledakan singkat sebelum api membesar, yang diduga berkaitan dengan material penyimpanan baterai atau perangkat elektronik. Dalam situasi seperti itu, api yang muncul di ruang tertutup dapat menghasilkan asap tebal hanya dalam hitungan menit. Bagi mereka yang berada di lantai atas, kondisi berubah menjadi dilema sulit: tetap bertahan di dalam ruangan atau memaksa turun melalui tangga yang sudah dipenuhi asap.

Dalam banyak kasus, termasuk yang terjadi di gedung Terra Drone, pilihan yang diambil pada menit-menit awal sangat menentukan. Tanpa pelatihan evakuasi yang rutin dan pengetahuan kuat tentang jalur darurat, penghuni mudah panik dan mengambil langkah yang justru berbahaya.

Korban, Kerugian, dan Luka Kolektif Kota

Seluruh korban meninggal adalah orang-orang yang berada di dalam gedung ketika api mulai menyebar. Jenazah dibawa ke rumah sakit rujukan dan dapat diidentifikasi tanpa pemeriksaan DNA karena kondisi fisiknya masih relatif utuh, indikasi kuat bahwa paparan asap dan panas tinggi di ruang tertutup menjadi faktor penting dalam kematian mereka.

Badan penanggulangan bencana daerah mencatat kerugian materiil akibat kebakaran Terra Drone sekitar Rp 2 miliar. Nilai ini mencakup kerusakan struktur gedung, peralatan kerja, serta aset bisnis di dalamnya. Namun bagi keluarga korban dan rekan kerja, kerugian terbesar terletak pada kehilangan nyawa yang tidak dapat diganti.

Peristiwa ini juga menambah daftar panjang kebakaran besar di Jakarta. Tekanan publik terhadap pemerintah daerah dan pengelola gedung untuk mengevaluasi standar keselamatan pun meningkat. Pertanyaan tentang kesiapan jalur evakuasi, kelayakan sistem proteksi kebakaran, dan frekuensi simulasi bagi penghuni kembali mengemuka.

Celah Keamanan Gedung Perkantoran Modern

Pemeriksaan awal terhadap kebakaran di gedung Terra Drone memunculkan indikasi adanya keterbatasan akses keluar masuk. Jika sebuah gedung bertingkat hanya mengandalkan satu pintu utama atau jalur vertikal yang tidak dipisah dengan baik, proses evakuasi akan sangat berisiko ketika asap dan api mulai menyebar.

Secara ideal, gedung perkantoran modern seharusnya memiliki beberapa rute keluar, termasuk tangga darurat tertutup yang terpisah dari area rawan api. Fakta bahwa banyak korban terjebak memperlihatkan kombinasi persoalan desain, pemeliharaan fasilitas, dan minimnya familiaritas penghuni terhadap jalur darurat.

Kebakaran Terra Drone menjadi cermin keras bagi pemilik dan pengelola gedung lain di Jakarta. Pertanyaannya bukan lagi apakah gedung memiliki sertifikat dan alat pemadam, tetapi apakah jalur darurat benar-benar fungsional, ditandai jelas, bebas hambatan, dan dikenal oleh penghuni. Tanpa itu, setiap gedung bertingkat berpotensi menjadi perangkap ketika terjadi insiden serupa.

Panduan Menyelamatkan Diri di Gedung Bertingkat

Terra Drone

Tragedi di Kemayoran memperjelas bahwa keselamatan di gedung bertingkat adalah tanggung jawab bersama. Bukan hanya insinyur, pemilik gedung, atau petugas pemadam, tetapi juga setiap penghuni yang beraktivitas di dalamnya. Pengetahuan dasar tentang cara menyelamatkan diri harus melekat seperti halnya mengingat jalur keluar di rumah sendiri.

Kementerian terkait melalui pusat krisis kesehatan dan dinas pemadam kebakaran memberikan panduan yang dapat diterapkan oleh siapa saja. Rangkuman panduan ini tampak sederhana, tetapi pada saat panik, hanya kebiasaan dan pemahaman yang sudah tertanam yang akan muncul secara otomatis.

Pelajaran Terra Drone: Kenali Rute Darurat Sejak Awal

Pengalaman kebakaran di Terra Drone menjadi pengingat keras bahwa mengenali rute darurat sejak awal bukan pilihan tambahan, tetapi keharusan. Saat pertama kali memasuki gedung kantor, hotel, mal, atau apartemen, idealnya seseorang langsung mencari denah jalur evakuasi, lokasi tangga darurat, dan pintu keluar alternatif.

Di banyak gedung, informasi tersebut biasanya terpasang di dinding atau dekat lift, tetapi sering diabaikan karena dianggap formalitas. Padahal, ketika alarm kebakaran berbunyi dan asap mulai menebal, tidak ada lagi waktu untuk membaca petunjuk secara santai. Pengetahuan tentang letak tangga darurat harus menjadi memori refleks.

Bagi perusahaan, tragedi seperti Terra Drone dapat menjadi momentum untuk memasukkan orientasi keselamatan dalam program induksi karyawan. Selain menjelaskan struktur organisasi dan budaya kerja, manajemen juga perlu mengajak karyawan secara fisik melihat jalur evakuasi dan mengikuti simulasi rutin. Dengan begitu, saat krisis terjadi, setiap orang sudah tahu harus bergerak ke mana.

Tetap Tenang dan Gunakan Jalur Evakuasi yang Aman

Ketika alarm berbunyi atau asap tercium, reaksi alami banyak orang adalah panik. Panik mendorong tindakan impulsif seperti kembali ke meja kerja untuk mengambil barang, berdesakan di lorong sempit, atau bahkan mencoba menggunakan lift demi turun lebih cepat. Semua itu justru meningkatkan risiko.

Langkah yang lebih aman adalah berhenti sejenak, menarik napas dalam, lalu bergerak dengan cepat namun terarah menuju tangga darurat yang sudah diketahui lokasinya. Di sinilah pentingnya mengenali jalur evakuasi sejak awal. Orang yang tahu rutenya cenderung tidak tersesat atau berputar di area yang sudah berbahaya.

Advertisements

Gedung modern biasanya dilengkapi dengan proteksi pasif seperti lorong dan pintu tahan api yang dirancang untuk menahan asap dan api selama jangka waktu tertentu. Ruang-ruang ini memberikan kesempatan bagi penghuni untuk turun secara bertahap menuju area aman. Namun perlindungan ini tidak akan bekerja jika pintu darurat dibiarkan terbuka, dijadikan tempat menyimpan barang, atau bahkan terkunci.

Lift harus dihindari ketika terjadi kebakaran. Gangguan listrik bisa terjadi sewaktu-waktu dan menjebak penumpang di dalam kabin sempit yang mudah terisi asap. Prinsip yang harus diingat sederhana: ketika terdengar alarm kebakaran, lift bukan pilihan, tangga darurat adalah satu-satunya jalur turun.

Lindungi Pernapasan dan Jangan Sembarangan Membuka Pintu

Dalam banyak kasus kebakaran di gedung tertutup, asap adalah ancaman utama. Jika asap mulai terasa tebal, menutup hidung dan mulut dengan kain, idealnya sedikit dibasahi, dapat membantu mengurangi paparan partikel berbahaya. Bergerak dengan posisi lebih rendah, bahkan merangkak jika perlu, dianjurkan karena udara yang lebih bersih biasanya berada dekat lantai.

Sebelum membuka pintu, penting untuk menyentuh gagangnya terlebih dahulu. Jika terasa panas, besar kemungkinan api berada di balik pintu dan membuka pintu berarti mengundang api dan asap masuk secara tiba-tiba. Dalam kondisi seperti itu, lebih aman mencari rute lain yang masih lebih sejuk dan bebas asap.

Jika semua jalur keluar tertutup dan seseorang benar-benar terjebak di dalam ruangan, bertahan di ruang yang masih relatif aman sering kali menjadi pilihan terbaik. Menutup celah pintu dengan kain basah, mengurangi masuknya asap, dan mencari cara memberi sinyal kepada tim penyelamat dapat meningkatkan peluang selamat. Pesan utama dinas pemadam kebakaran jelas: kesiapsiagaan individu dan pengetahuan dasar seperti ini dapat menjadi garis pertahanan terakhir ketika sistem bangunan gagal.

Risiko Kebakaran Jakarta di Balik Angka Statistik

Terra Drone

Kebakaran Terra Drone terjadi di kota yang hampir setiap hari bergulat dengan ancaman api. Dalam periode Januari hingga Juni 2025, badan penanggulangan bencana daerah mencatat 371 kejadian kebakaran di Jakarta. Artinya, rata-rata terjadi lebih dari 50 kebakaran per bulan, dengan konsentrasi tinggi di kawasan permukiman padat.

Kerugian materiil dari ratusan kejadian tersebut diperkirakan mencapai sekitar Rp 201,486 miliar. Di balik angka itu terdapat rumah tinggal, ruko, kontrakan, apartemen, dan indekos yang berubah menjadi puing. Ratusan keluarga kehilangan tempat tinggal dan sumber penghidupan. Kebakaran Terra Drone menambah dimensi lain, yakni risiko pada area perkantoran yang berurusan dengan teknologi tinggi.

Angka-angka ini menggambarkan bahwa kebakaran di Jakarta bukan sekadar insiden insidental, melainkan pola risiko yang berulang. Tanpa perubahan cara pandang dan perilaku, tragedi serupa sangat mungkin terulang.

Dari Terra Drone ke Permukiman Padat: Pola Risiko Kebakaran

Tragedi Terra Drone menunjukkan bahwa risiko kebakaran Jakarta tersebar di berbagai jenis bangunan. Gedung perkantoran dengan fasilitas teknologi, ruang penyimpanan baterai, dan banyak perangkat elektronik memiliki profil risiko tersendiri. Sementara di sisi lain, data menunjukkan bahwa rumah tinggal dan bangunan kecil tetap menjadi objek yang paling sering terbakar.

Penyebab umumnya masih berkisar pada korsleting listrik, instalasi yang tidak standar, serta kebiasaan menggunakan kabel tambahan dan stopkontak bertumpuk. Di lingkungan padat, satu titik api kecil dapat dengan cepat menjalar ke rumah sebelah, terutama jika dinding dan atapnya terbuat dari bahan mudah terbakar.

Kebakaran di gedung Terra Drone oleh karena itu dapat dibaca sebagai bagian dari pola yang lebih besar. Di satu sisi, ia menggambarkan risiko dalam ekosistem industri modern. Di sisi lain, ia terhubung dengan persoalan klasik: lemahnya manajemen risiko dasar dan kurangnya budaya simulasi keselamatan di tempat kerja.

Faktor Pemicu Utama dan Objek Paling Rentan

Selain korsleting listrik, faktor lain yang sering memicu kebakaran di Jakarta antara lain kebocoran gas, puntung rokok yang dibuang sembarangan, kompor portable yang meledak, petasan, dan penggunaan obat nyamuk bakar tanpa pengawasan. Masing-masing tampak sepele, tetapi dalam kombinasi dengan ruang terbatas, ventilasi buruk, dan penumpukan barang, risikonya meningkat tajam.

Objek yang paling sering terbakar adalah rumah tinggal. Setelah itu, ruko, kontrakan, apartemen, dan indekos menyusul dalam statistik. Di banyak lokasi, instalasi listrik dimodifikasi tanpa tenaga ahli, kabel dijepit atau disambung secara sembarangan, dan perangkat listrik murah tanpa standar keselamatan digunakan setiap hari.

Fenomena ini menunjukkan bahwa risiko kebakaran tidak hanya ditentukan oleh lokasi geografis, tetapi juga oleh jenis bangunan dan perilaku penghuninya. Permukiman padat dengan infrastruktur lemah cenderung lebih rentan, sementara gedung modern yang tidak dikelola dengan disiplin keselamatan juga dapat berubah menjadi titik bencana, seperti yang terlihat pada kasus Terra Drone.

Menyiapkan Rumah dan Lingkungan Agar Lebih Tahan Kebakaran

Imbauan pemerintah daerah kepada warga sebenarnya cukup jelas. Instalasi listrik perlu diperiksa secara rutin oleh teknisi yang berkompeten, bukan sekadar ditangani oleh tukang tanpa sertifikasi. Kabel yang mulai mengelupas, colokan yang sering panas, atau peralatan yang kerap mengeluarkan percikan harus segera diganti. Penggunaan perangkat listrik berstandar resmi menjadi salah satu lapisan perlindungan penting.

Kebiasaan menggunakan colokan bertumpuk demi menghemat stopkontak sebaiknya dihentikan. Setiap titik listrik memiliki batas kapasitas. Ketika dialiri terlalu banyak beban, panas berlebih dapat memicu percikan api. Kondisi ini semakin berbahaya jika berada dekat bahan mudah terbakar seperti kain, karton, atau kayu.

Di tingkat rumah tangga, keberadaan Alat Pemadam Api Ringan sudah semestinya mulai dianggap sebagai kebutuhan standar, terutama di kawasan padat penduduk. APAR kecil dapat digunakan untuk menangani api di tahap awal sebelum membesar dan meluas ke bangunan lain. Selain itu, kebiasaan mencabut peralatan listrik yang tidak digunakan sebelum meninggalkan rumah perlu dijadikan rutinitas.

Pada skala lingkungan, warga dapat mendorong adanya pelatihan singkat tentang cara menggunakan APAR, mengenali jalur evakuasi di gang-gang sempit, dan membentuk kelompok siaga kebakaran. Pendekatan komunitas seperti ini membuat respons awal menjadi lebih cepat sebelum unit pemadam tiba di lokasi kejadian.

Tragedi kebakaran di gedung Terra Drone di Kemayoran bukan hanya menyisakan duka bagi keluarga korban, tetapi juga menjadi pengingat keras bagi seluruh penghuni dan pengelola gedung di Jakarta tentang rapuhnya sistem keselamatan ketika prosedur tidak dijalankan dengan disiplin. Di kota yang mencatat ratusan kebakaran dan kerugian ratusan miliar rupiah hanya dalam enam bulan, kesiapsiagaan tidak bisa lagi dianggap formalitas di atas kertas.

Memahami jalur evakuasi, melatih respons tenang saat alarm berbunyi, merawat instalasi listrik, dan menyediakan APAR adalah langkah sederhana namun krusial yang dapat dimulai hari ini, baik di kantor maupun di rumah. Untuk pendalaman langkah praktis yang lebih teknis dan contoh penerapannya di lingkungan usaha, pembaca dapat melanjutkan membaca artikel lain yang disajikan Insimen sebagai bagian dari ekosistem edukasi manajemen risiko dan keselamatan kerja.

Leave a Reply