Brainrot kini menjadi fenomena yang diam-diam menggerogoti fungsi otak di era digital. Istilah ini menggambarkan kondisi menurunnya kemampuan fokus, konsentrasi, dan berpikir mendalam akibat paparan konten pendek dan waktu layar berlebih. Namun kabar baiknya, ilmu neuroplasticity menunjukkan bahwa otak manusia dapat pulih asalkan dilatih dengan benar.
Mengenal Brainrot dan Dampaknya pada Otak
Dalam dunia modern, otak manusia terpapar banjir informasi. Konten singkat seperti Reels, TikTok, dan video berdurasi 10 detik membombardir sistem saraf setiap hari. Fenomena ini memicu brainrot, kondisi di mana otak kehilangan kemampuan mempertahankan fokus panjang.
Dampaknya nyata: individu menjadi mudah terdistraksi, sulit membaca teks panjang, bahkan kesulitan menikmati aktivitas yang tidak memberikan hasil instan. Para ahli menyebut ini sebagai “penyakit dopamin modern”.
Mekanisme Brainrot di Sistem Reward Otak
Sistem reward adalah mesin dopamin yang mengatur rasa puas. Ketika seseorang menonton konten pendek, otak menerima semburan dopamin cepat. Lama-kelamaan, sistem ini terbiasa dengan kepuasan instan dan menolak aktivitas yang membutuhkan waktu lama, seperti belajar atau bekerja fokus.
Kebiasaan ini menciptakan siklus berbahaya: otak semakin malas bekerja keras dan terus mencari hiburan cepat. Akibatnya, produktivitas dan motivasi jangka panjang menurun drastis.
Ketika Scrolling Jadi Pelarian Emosional
Banyak orang kini menjadikan scrolling sebagai cara menghadapi stres. Padahal, pelarian emosional seperti ini hanya menumpuk masalah. Saat stres muncul, seseorang membuka media sosial untuk melupakan beban tapi justru muncul stres baru karena merasa bersalah telah membuang waktu.
Kondisi ini memperparah brainrot, menciptakan lingkaran setan: stres → scroll → stres lagi. Dalam jangka panjang, otak kehilangan kemampuan mengatur emosi secara sehat.
Kelemahan Sistem Berpikir Lambat
Psikolog Daniel Kahneman membagi cara berpikir manusia menjadi sistem cepat dan sistem lambat. Brainrot membuat sistem cepat — yang reaktif dan instan mendominasi. Sebaliknya, sistem lambat yang membutuhkan analisis mendalam melemah.
Inilah mengapa banyak orang merasa gelisah saat harus belajar, sulit menyelesaikan pekerjaan mendalam, atau kehilangan kesabaran membaca artikel panjang. Otak telah dilatih untuk menolak “kerja berat”.
Neuroplasticity — Harapan Pemulihan Otak
Meskipun brainrot merusak, otak manusia memiliki keunggulan luar biasa: neuroplasticity. Istilah ini berarti kemampuan otak untuk membentuk ulang koneksi saraf berdasarkan kebiasaan baru.
Dengan kata lain, setiap kebiasaan baik atau buruk mengubah struktur otak. Kebiasaan buruk memperkuat jalur negatif, sedangkan kebiasaan positif memperkuat jalur produktif. Karena itu, perubahan gaya hidup bisa benar-benar mengembalikan fungsi otak.
Bukti Ilmiah Kemampuan Otak untuk Berubah
Riset neurosains menunjukkan bahwa neuron mampu menciptakan koneksi baru hingga usia lanjut. Aktivitas seperti belajar, membaca, dan berolahraga dapat merangsang Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF) zat yang berfungsi seperti pupuk bagi pertumbuhan sel otak baru.
Artinya, otak tidak pernah “rusak total”. Yang diperlukan hanyalah arah stimulus yang tepat untuk memperbaiki sirkuit dopamin dan memperkuat konsentrasi.
Menghapus Kebiasaan Digital Buruk
Neuroplasticity bekerja berdasarkan prinsip “use it or lose it”. Ketika seseorang berhenti memberi stimulus pada jalur kebiasaan buruk, koneksi saraf tersebut akan melemah. Membatasi screen time, misalnya, akan mengurangi dominasi jalur dopamin instan dan membuka ruang bagi jalur fokus mendalam.
Cara sederhana seperti tidak membuka ponsel setelah bangun tidur bisa memberi dampak besar. Dalam dua minggu, otak mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan fokus dan ketenangan.
Membangun Kebiasaan yang Menumbuhkan Otak
Selain menghindari kebiasaan buruk, penting untuk menanam kebiasaan baik yang menstimulasi pertumbuhan neuron. Aktivitas seperti membaca buku, menulis jurnal, atau bekerja tanpa distraksi memperkuat sistem berpikir lambat.
Kegiatan ini memaksa otak untuk mempertahankan perhatian lebih lama, melatih kesabaran kognitif, dan menumbuhkan rasa puas dari hasil kerja nyata bukan dopamin instan dari layar.
Langkah Praktis Pulihkan Otak dari Brainrot
Pemulihan otak tidak memerlukan terapi rumit. Yang dibutuhkan adalah komitmen dan konsistensi untuk menjalani kebiasaan baru. Berikut langkah-langkah praktis yang direkomendasikan oleh para ahli neurosains.
Batasi Screen Time dan Konsumsi Sosial Media
Buatlah jadwal penggunaan gawai harian. Hindari membuka ponsel di pagi hari dan sebelum tidur. Gunakan aplikasi pengatur waktu untuk mengunci platform hiburan setelah batas tertentu. Langkah ini bertujuan memutus pola dopamin instan yang membuat otak candu.
Latihan Deep Work untuk Menguatkan Fokus
Konsep deep work menekankan kerja tanpa gangguan dalam blok waktu tertentu, misalnya 25 menit fokus dan 5 menit istirahat. Pola ini melatih sistem berpikir lambat dan mengembalikan kemampuan otak untuk fokus lama. Istirahat yang sehat seperti berjalan atau meregangkan tubuh lebih efektif daripada scrolling.
Olahraga dan Tidur Berkualitas
Olahraga terbukti meningkatkan kadar BDNF, memperkuat koneksi antar-neuron, dan memperbaiki regulasi emosi. Tidur yang cukup membantu proses konsolidasi memori dan regenerasi sel otak. Kombinasi keduanya menciptakan dasar kuat untuk pemulihan fungsi kognitif jangka panjang.
Fenomena brainrot menunjukkan betapa mudahnya otak manusia tergelincir oleh godaan kepuasan instan. Namun ilmu neuroplasticity membuktikan bahwa pemulihan selalu mungkin. Dengan kesadaran, disiplin digital, dan kebiasaan yang sehat, setiap orang bisa mengembalikan kejernihan berpikir dan kekuatan fokusnya.









