Skip to main content

Polri mengumumkan kebijakan baru yang mengejutkan publik. Korlantas memutuskan membekukan sementara penggunaan sirene dan rotator di seluruh wilayah. Langkah ini diambil untuk mengevaluasi tata kelola serta mencegah penyalahgunaan yang kerap menimbulkan keluhan masyarakat. Pengumuman resmi disampaikan Kakorlantas Polri Irjen Agus Suryonugroho pada 20 September 2025, dan segera mendapat sorotan media nasional.

Keputusan ini langsung berdampak pada kendaraan dinas dan berbagai instansi yang biasa memakai sirene maupun rotator. Namun Polri menegaskan layanan pengawalan tidak berhenti. Pengawalan tetap berjalan sesuai kebutuhan, hanya saja penggunaan sirene dan rotator dihentikan sementara sambil menunggu evaluasi menyeluruh.

Alasan pembekuan dan dasar hukum

Polri menyebutkan banyaknya keluhan publik mengenai kebisingan dan penggunaan sirene yang dianggap tidak proporsional sebagai alasan utama. Evaluasi ini merujuk pada Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 59 mengatur dengan jelas penggunaan lampu isyarat dan sirene, termasuk warna serta peruntukannya. Warna biru dengan sirene hanya untuk kendaraan Polri, sedangkan merah diperuntukkan bagi pemadam kebakaran, ambulans, dan kendaraan darurat lainnya.

Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan memberikan mandat bagi Polri untuk menetapkan aturan teknis. Melalui kebijakan baru ini, Korlantas menegaskan komitmen menjaga ketertiban lalu lintas dan keselamatan pengguna jalan. Dengan pembekuan sementara, Polri ingin memastikan hanya pihak yang berhak yang bisa menggunakan perangkat tersebut.

Kritik publik selama ini cukup tajam. Banyak pengendara mengeluh karena sirene digunakan tidak pada situasi darurat. Beberapa kasus juga memperlihatkan kendaraan pribadi memasang rotator tanpa hak. Kondisi ini menciptakan kebingungan di jalan dan memicu keresahan. Karena itu, Polri menilai evaluasi menyeluruh adalah langkah yang tepat.

Dampak dan reaksi berbagai pihak

Pengamat transportasi menilai kebijakan ini sebagai langkah progresif. Menurut mereka, penataan ulang penggunaan sirene dan rotator akan mengurangi penyalahgunaan serta meningkatkan disiplin lalu lintas. Asosiasi pengemudi angkutan umum menyambut baik kebijakan ini karena selama ini mereka merasa sering terganggu oleh suara sirene yang tidak semestinya.

Di sisi lain, sebagian kalangan khawatir kebijakan ini justru memperlambat respon darurat. Namun Polri menegaskan kendaraan prioritas tetap berhak menggunakan sirene. Pemadam kebakaran, ambulans, mobil jenazah, dan kendaraan penyelamat tetap mendapat hak utama sesuai undang undang. Artinya, pelayanan darurat kepada masyarakat tidak akan terganggu.

Masyarakat umum mulai merasakan perubahan di jalan raya setelah kebijakan ini diberlakukan. Beberapa pengguna jalan menyebut suasana lalu lintas lebih tenang karena jumlah kendaraan yang memakai sirene menurun drastis. Hal ini menumbuhkan harapan bahwa penataan lebih lanjut akan memperkuat ketertiban.

Penegakan hukum dan masa depan regulasi

Polri menegaskan pembekuan ini bukan sekadar larangan sementara. Evaluasi yang sedang berlangsung akan menghasilkan pedoman teknis baru mengenai penggunaan sirene dan rotator. Aturan itu akan menegaskan situasi apa saja yang membolehkan pemakaian, serta memberikan kontrol perizinan yang lebih ketat.

Sanksi tegas juga menanti bagi pihak yang melanggar. Berdasarkan Pasal 287 ayat 4 UU Nomor 22 Tahun 2009, pengendara yang melanggar aturan sirene dan lampu isyarat bisa dikenai kurungan paling lama satu bulan atau denda hingga dua ratus lima puluh ribu rupiah. Aparat lalu lintas sudah mulai menindak kendaraan pribadi yang memasang rotator tanpa hak di sejumlah daerah.

Ke depan, Korlantas berkomitmen memperkuat komunikasi publik melalui sosialisasi. Masyarakat akan diberi penjelasan kapan sirene dan rotator boleh digunakan, dan kapan harus dihindari. Tujuannya agar tidak ada lagi penyalahgunaan yang menimbulkan keresahan. Transparansi menjadi kunci agar aturan baru bisa dipatuhi semua pihak.

Penataan ulang ini juga dipandang sebagai kesempatan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Dengan membatasi penggunaan sirene dan rotator, Polri menunjukkan komitmen menjaga ketertiban serta kesetaraan di jalan raya.

Pada akhirnya, kebijakan pembekuan sementara ini bukan sekadar soal teknis lalu lintas. Langkah ini mencerminkan upaya serius Polri untuk memperbaiki citra, mendengar suara publik, dan menegakkan hukum dengan adil. Evaluasi yang sedang berlangsung akan menentukan wajah baru tata kelola sirene dan rotator di Indonesia.

Kebijakan ini masih menjadi perbincangan hangat. Publik menunggu hasil evaluasi dan aturan teknis baru yang dijanjikan Polri. Apapun hasilnya nanti, keputusan ini menandai titik penting dalam perjalanan hukum lalu lintas di Indonesia.

Penataan aturan sirene dan rotator diharapkan membawa dampak positif yang berkelanjutan. Masyarakat menaruh harapan besar agar Polri konsisten menegakkan hukum sesuai koridor undang undang. Keselamatan dan kenyamanan bersama harus selalu menjadi prioritas utama.


Eksplorasi konten lain dari Insimen

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Leave a Reply

Eksplorasi konten lain dari Insimen

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca