Pemerintah Indonesia mulai memberlakukan aturan pajak kripto terbaru sejak 1 Agustus 2025. Regulasi ini tertuang dalam PMK Nomor 50 Tahun 2025. Aturan baru tersebut mengubah status aset kripto menjadi setara dengan surat berharga. Pemerintah tidak lagi mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan kripto, tetapi tetap menarik Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Final dari setiap transaksi.
Pemerintah Ubah Status Kripto
Sebelumnya, pemerintah menggolongkan kripto sebagai barang kena pajak tidak berwujud. Sekarang, pemerintah mengatur kripto sebagai aset keuangan digital. Dengan perubahan itu, PPN atas penyerahan kripto otomatis tidak berlaku lagi. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan menyederhanakan aturan. “Kripto memiliki karakteristik khusus yang lebih tepat diperlakukan sebagai instrumen keuangan. Perubahan ini membuat regulasi lebih sederhana dan mudah diterapkan,” ujar pejabat DJP.
Skema PPh Final yang Berlaku
Pemerintah tetap menarik pajak dari transaksi jual beli kripto. Jika investor bertransaksi melalui platform dalam negeri yang ditunjuk, platform memungut PPh Pasal 22 Final sebesar 0,21 persen dari nilai transaksi. Jika investor memakai platform luar negeri atau penyedia yang belum ditunjuk, investor wajib menyetor sendiri PPh Pasal 22 Final sebesar 1 persen. Skema ini menegaskan peran platform lokal sebagai pemungut resmi.
Pajak Layanan Platform dan Penambang
Pemerintah masih mengenakan pajak pada layanan pendukung ekosistem kripto. Platform wajib memungut PPN dari biaya komisi, biaya penarikan, penyimpanan dompet digital, hingga biaya keamanan. Selain itu, platform harus membayar PPh sesuai tarif umum atas pendapatannya.
Penambang kripto juga tidak lepas dari kewajiban pajak. Pemerintah mewajibkan penambang melaporkan imbalan block reward dan transaction fee sebagai penghasilan. Mereka harus membayar PPh sesuai tarif umum. Jasa verifikasi transaksi yang dilakukan penambang tetap termasuk objek PPN dengan mekanisme khusus.
Cara Hitung Pajak Kripto
Investor harus menghitung pajak berdasarkan nilai rupiah saat transaksi terjadi. Platform menentukan nilai itu melalui harga bursa atau kurs sistem yang berlaku konsisten.
Contoh pertama, investor menjual kripto senilai Rp100 juta melalui platform lokal. Platform akan memotong PPh Final 0,21 persen atau Rp210 ribu. Contoh kedua, investor bertransaksi di platform luar negeri. Investor wajib menyetor sendiri PPh Final 1 persen atau Rp1 juta melalui SPT Masa Unifikasi.
Dampak Bagi Investor dan Industri
Investor kini mendapat kepastian hukum yang lebih jelas. Mereka tidak lagi menanggung PPN saat membeli kripto, tetapi tetap wajib membayar PPh Final. Skema baru ini membuat kewajiban pajak lebih transparan.
Bagi industri, peran platform semakin penting. Platform lokal yang ditunjuk pemerintah memudahkan pengguna karena pajak langsung dipotong. Sementara itu, platform luar negeri justru memberi beban tambahan karena investor harus menyetor pajak secara mandiri.
Pandangan Para Ahli
Pakar perpajakan menilai kebijakan baru ini selaras dengan praktik global. Jepang dan Korea Selatan sudah lebih dulu memperlakukan kripto sebagai instrumen keuangan. “Pendekatan ini bukan hanya soal penerimaan pajak, tetapi juga soal integrasi kripto ke sistem keuangan formal,” kata seorang pengamat ekonomi digital.
Dengan status baru tersebut, peluang koordinasi regulasi antara DJP, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia semakin terbuka. Pengawasan terpadu diharapkan mengurangi risiko penyalahgunaan aset digital.
Ajakan Kepatuhan
DJP mengingatkan investor agar patuh terhadap aturan baru. Pemerintah kini menggunakan sistem digital untuk mendeteksi transaksi kripto. “Kami mendorong kepatuhan sukarela karena sistem berbasis data lebih transparan,” tegas DJP.
Investor yang aktif di pasar kripto harus memahami aturan ini. Kepatuhan pajak bukan hanya mencegah sanksi, tetapi juga bentuk tanggung jawab warga negara.
Kesimpulan
Aturan pajak kripto terbaru 2025 memberi babak baru bagi ekosistem aset digital. Pemerintah menghapus PPN atas penyerahan kripto, tetapi tetap memungut PPh Final dengan tarif 0,21 persen atau 1 persen. Platform dan penambang tetap menjadi wajib pajak sesuai ketentuan.
Kebijakan ini diharapkan memperkuat industri kripto, sekaligus menambah kepastian hukum bagi investor. Untuk pembahasan lebih dalam tentang kebijakan digital, baca juga artikel Insimen terkait pajak digital di Indonesia.