Panas ekstrem menjadi sorotan utama dalam laporan terbaru yang dirilis bersama oleh World Health Organization (WHO) dan World Meteorological Organization (WMO). Kedua badan internasional ini menekankan bahwa peningkatan suhu global kini menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan kerja. Mereka memperingatkan bahwa stres panas bukan sekadar isu lingkungan, melainkan ancaman nyata bagi pekerja di seluruh dunia.
Laporan teknis tersebut menyoroti dampak langsung perubahan iklim terhadap tenaga kerja. WHO dan WMO menekankan bahwa pekerja lapangan, khususnya di sektor konstruksi, pertanian, dan transportasi, menjadi kelompok yang paling rentan. Mereka terpapar suhu tinggi dalam durasi panjang tanpa perlindungan memadai. Situasi ini, menurut laporan, dapat berujung pada gangguan kesehatan, menurunkan produktivitas, bahkan meningkatkan risiko kematian.
Selain itu, pedoman baru ini menekankan pentingnya langkah mitigasi yang harus segera diterapkan oleh pemberi kerja. WHO dan WMO menggarisbawahi bahwa perubahan iklim telah memengaruhi cara dunia bekerja, sehingga dunia usaha perlu beradaptasi dengan kebijakan kesehatan kerja yang lebih ketat.
Pedoman WHO WMO Hadapi Panas Ekstrem
Pedoman WHO dan WMO tentang panas ekstrem berfungsi sebagai panduan global bagi negara dan perusahaan. Tujuannya adalah melindungi pekerja dari dampak suhu tinggi yang kian tak terhindarkan akibat perubahan iklim.
Kedua badan ini menyarankan agar perusahaan mulai membuat rencana pengurangan risiko panas. Rekomendasi tersebut mencakup penyediaan area pendinginan, peningkatan akses air minum, serta sistem pemantauan kesehatan pekerja. Pemantauan sederhana, seperti memperhatikan warna urine sebagai indikator dehidrasi, juga dianjurkan.
Rekomendasi Mitigasi Panas Ekstrem
Dalam dokumen tersebut, WHO dan WMO mendorong perusahaan mencatat perubahan berat badan pekerja sebagai indikator kehilangan cairan tubuh. Catatan ini penting untuk mencegah dehidrasi berat yang dapat memicu kegagalan organ.
Selain itu, pemberi kerja dianjurkan menjadwalkan ulang jam kerja agar pekerja tidak bekerja di bawah terik matahari pada siang hari. Strategi ini terbukti menurunkan risiko gangguan kesehatan akibat paparan suhu tinggi. Dengan demikian, perusahaan dapat menekan angka kecelakaan kerja dan menjaga produktivitas tetap stabil.
Dampak Panas Ekstrem pada Produktivitas
Laporan menyebutkan fakta mencengangkan: setiap kenaikan 1 °C di atas ambang 20 °C dapat menurunkan produktivitas pekerja sebesar 2 hingga 3 persen. Dampak ini signifikan bagi sektor industri yang mengandalkan tenaga fisik.
Jika tren pemanasan global berlanjut, maka miliaran jam kerja di seluruh dunia terancam hilang. Hal ini akan berimbas langsung pada perekonomian global, terutama di negara berkembang yang bergantung pada tenaga kerja manual.
Fokus pada Kesehatan Kerja
WHO dan WMO menegaskan bahwa panas ekstrem tidak hanya menurunkan produktivitas, tetapi juga mengancam nyawa. Stres panas dapat menyebabkan kelelahan, dehidrasi, heat stroke, hingga kematian mendadak. Oleh karena itu, pedoman ini menekankan pentingnya integrasi kebijakan kesehatan kerja dalam sistem manajemen perusahaan.
Negara-negara anggota diharapkan mengadopsi pedoman ini ke dalam regulasi nasional. Dukungan kebijakan publik sangat dibutuhkan agar perlindungan pekerja tidak hanya menjadi inisiatif perusahaan, tetapi juga mandat hukum.
Risiko Global akibat Panas Ekstrem
Panas ekstrem kini dianggap sebagai ancaman lintas batas yang memerlukan perhatian global. Dampaknya bukan hanya pada kesehatan kerja, tetapi juga pada ketahanan ekonomi, sosial, dan politik.
Menurut WHO dan WMO, negara-negara tropis berada di garis depan risiko. Indonesia, misalnya, dengan populasi pekerja sektor informal yang besar, akan menghadapi tantangan lebih besar. Ketahanan sistem kesehatan dan kebijakan ketenagakerjaan akan sangat menentukan kemampuan adaptasi.
Negara Rentan dan Adaptasi
Negara-negara berkembang di Asia dan Afrika disebut paling rentan karena keterbatasan infrastruktur dan sumber daya. Banyak pekerja di wilayah ini tidak memiliki akses pada fasilitas pendingin maupun perlindungan memadai. Akibatnya, angka sakit dan kematian akibat panas ekstrem diperkirakan lebih tinggi dibanding negara maju.
Sebagai contoh, studi sebelumnya menunjukkan bahwa India kehilangan lebih dari 100 miliar jam kerja setiap tahun akibat suhu panas yang melonjak. Kondisi serupa diperkirakan juga akan dialami oleh negara lain dengan iklim tropis.
Strategi Perlindungan Pekerja
Selain penyediaan fasilitas pendinginan, edukasi kepada pekerja menjadi strategi utama. WHO dan WMO menyarankan agar perusahaan mengedukasi pekerja mengenai tanda-tanda stres panas. Dengan demikian, pekerja dapat mengenali gejala awal dan segera mencari pertolongan medis.
Strategi lain adalah penggunaan pakaian kerja yang ramah iklim panas. Bahan kain berteknologi pendingin dapat membantu menurunkan suhu tubuh. Selain itu, inovasi teknologi seperti sensor wearable untuk memantau suhu tubuh juga mulai diuji coba di beberapa negara.
Peran Teknologi dalam Adaptasi
Teknologi dipandang sebagai salah satu solusi kunci. Perusahaan dapat memanfaatkan aplikasi untuk memantau kondisi cuaca secara real-time. Data tersebut bisa digunakan untuk mengatur jadwal kerja dan mengantisipasi lonjakan suhu.
Selain itu, perangkat IoT (Internet of Things) dapat dipasang untuk mendeteksi suhu lingkungan kerja. Dengan sistem peringatan dini, pekerja bisa segera dipindahkan ke area aman sebelum suhu mencapai level berbahaya.
Peran Global dan Kebijakan Publik
Panas ekstrem membutuhkan koordinasi lintas sektor dan negara. WHO dan WMO menekankan pentingnya kolaborasi global untuk mengurangi dampak iklim terhadap pekerja. Pedoman ini diharapkan menjadi acuan bersama dalam menyusun kebijakan publik yang lebih adaptif.
Pemerintah di berbagai negara juga diminta meningkatkan investasi pada sistem kesehatan kerja. Regulasi yang mewajibkan perusahaan melindungi pekerja dari stres panas harus ditegakkan. Selain itu, integrasi dengan kebijakan iklim nasional menjadi langkah strategis.
Dukungan Multilateral
Kerja sama multilateral diperlukan untuk mempercepat transfer teknologi dan keahlian. Negara-negara maju diharapkan memberikan dukungan finansial dan teknis kepada negara berkembang. Tanpa dukungan ini, kesenjangan dalam perlindungan pekerja akan semakin melebar.
WHO dan WMO juga menekankan bahwa isu ini tidak bisa dipandang sektoral. Kesehatan kerja, perubahan iklim, dan ketahanan ekonomi harus dipandang sebagai satu kesatuan.
Agenda Internasional
Pedoman panas ekstrem ini kemungkinan akan dibawa dalam forum global seperti COP iklim mendatang. Dengan demikian, isu kesehatan kerja bisa mendapatkan perhatian lebih luas. Integrasi antara kebijakan kesehatan dan iklim akan memperkuat daya tahan masyarakat global menghadapi suhu ekstrem.
Pentingnya Kesadaran Publik
Kesadaran publik menjadi elemen penting dalam mengatasi tantangan ini. Masyarakat perlu memahami risiko panas ekstrem agar bisa lebih peduli terhadap perlindungan pekerja. Media, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat sipil diharapkan ikut menyebarkan informasi.
Pada akhirnya, laporan WHO dan WMO menegaskan bahwa panas ekstrem adalah ancaman nyata yang harus segera direspons. Perusahaan, pemerintah, dan masyarakat global tidak bisa menunda langkah adaptasi. Perlindungan pekerja harus menjadi prioritas agar dunia kerja tetap produktif dan berkelanjutan.
Baca juga berita terkait perubahan iklim lainnya di Insimen.
Eksplorasi konten lain dari Insimen
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.









