Kesehatan pekerja di China menjadi sorotan sejak pola kerja ekstrem enam hari dalam seminggu dengan durasi 12 jam per hari mencuat. Sistem ini dikenal luas dengan sebutan 996, yakni bekerja dari pukul sembilan pagi hingga sembilan malam selama enam hari. Pola kerja tersebut memicu perdebatan sengit di dalam negeri maupun di dunia internasional karena dampaknya yang nyata terhadap kesehatan fisik dan mental jutaan pekerja.
Fenomena ini menggambarkan kontradiksi besar antara ambisi ekonomi dan kesejahteraan tenaga kerja. Di satu sisi, jam kerja panjang dianggap motor penggerak produktivitas dan daya saing global. Namun di sisi lain, kesehatan pekerja menghadapi risiko serius akibat tekanan kerja yang terus menerus tanpa waktu istirahat memadai.
Budaya Kerja Ekstrem di China
Budaya kerja panjang di China bukan sekadar kabar burung. Istilah 996 lahir dari praktik nyata di perusahaan teknologi, startup, hingga manufaktur. Para pekerja didorong untuk bekerja lebih dari 70 jam per minggu, jauh di atas ketentuan resmi pemerintah yang membatasi jam kerja hanya 44 jam.
Meskipun aturan hukum melarang lembur berlebihan, pelanggaran di lapangan tetap terjadi. Banyak perusahaan besar maupun kecil masih mengandalkan tenaga kerja dengan ritme kerja panjang untuk mengejar target produksi. Kondisi ini menimbulkan dilema: antara kebutuhan ekonomi perusahaan dengan kesehatan pekerja yang terabaikan.
Akar Budaya 996
Budaya kerja 996 muncul pada era kebangkitan teknologi di China, ketika perusahaan digital seperti Alibaba dan Huawei tumbuh pesat. Para pendiri menekankan dedikasi penuh dari karyawan, bahkan menganggap jam kerja panjang sebagai bukti loyalitas.
Namun, kritik muncul dari masyarakat dan pakar kesehatan. Mereka menilai sistem ini sebagai bentuk eksploitasi modern yang melanggar hak dasar pekerja. Beberapa kasus pekerja yang meninggal akibat kelelahan kerja semakin menambah tekanan publik terhadap praktik ini.
Regulasi Pemerintah
Pemerintah China secara resmi menetapkan batas maksimal jam kerja harian delapan jam. Akan tetapi, pengawasan di lapangan lemah. Beberapa langkah baru mulai ditempuh, termasuk kampanye untuk mengakhiri budaya 996. Meski begitu, implementasi masih jauh dari ideal karena perusahaan besar memiliki pengaruh kuat terhadap ekonomi nasional.
Dampak Fisik Terhadap Kesehatan Pekerja
Kesehatan pekerja yang terjebak dalam sistem kerja panjang menghadapi risiko nyata. Penelitian menunjukkan adanya kaitan langsung antara jam kerja berlebihan dan berbagai penyakit kronis.
Sementara sebagian pekerja masih mampu beradaptasi, banyak lainnya mengalami gangguan kesehatan serius. Kondisi ini membuat isu jam kerja panjang menjadi perhatian medis dan sosial di China.
Risiko Kardiovaskular
Jam kerja panjang meningkatkan risiko tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. Kurangnya waktu istirahat dan tidur berkualitas memicu stres fisiologis yang berdampak langsung pada sistem kardiovaskular.
Beberapa studi medis di China mendokumentasikan kasus pekerja muda yang terkena serangan jantung mendadak setelah lembur berhari-hari. Fenomena ini memperkuat pandangan bahwa jam kerja ekstrem tidak bisa dianggap remeh.
Masalah Tidur dan Metabolisme
Kurang tidur kronis adalah masalah utama lain yang dialami pekerja. Tubuh yang tidak mendapat istirahat cukup lebih rentan terhadap obesitas, diabetes, serta gangguan metabolik lain.
Selain itu, pola makan tidak teratur akibat lembur memperparah kondisi kesehatan. Banyak pekerja terpaksa makan cepat, sering kali makanan instan atau berlemak tinggi, yang memperburuk risiko kesehatan jangka panjang.
Dampak Mental dan Psikologis
Kesehatan pekerja tidak hanya soal fisik. Beban kerja panjang juga menghantam aspek psikologis. Fenomena stres, depresi, dan burnout semakin sering terdengar di kalangan pekerja muda di China.
Studi psikologi menunjukkan bahwa mereka yang bekerja lebih dari 60 jam seminggu cenderung memiliki tingkat kecemasan lebih tinggi. Hal ini bukan hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada produktivitas perusahaan secara keseluruhan.
Stres dan Burnout
Jam kerja panjang memicu stres kronis. Tekanan untuk memenuhi target kerja tanpa henti membuat pekerja kehilangan kendali atas kehidupan pribadi mereka.
Burnout menjadi masalah serius. Banyak pekerja mengaku kehilangan motivasi, mengalami kelelahan emosional, hingga merasa terasing dari lingkungan sosial. Fenomena ini mengancam keberlangsungan karier jangka panjang.
Depresi dan Kecemasan
Gangguan mental seperti depresi dan kecemasan meningkat seiring budaya kerja 996. Survei terhadap tenaga kesehatan, misalnya perawat, menunjukkan bahwa mereka yang bekerja lebih dari 60 jam seminggu lebih rentan terhadap depresi.
Kondisi ini diperparah oleh minimnya dukungan psikologis di perusahaan. Banyak pekerja enggan melaporkan masalah mental karena takut dicap lemah atau tidak produktif.
Upaya Perubahan dan Masa Depan
Kesehatan pekerja di China kini mulai mendapat perhatian publik yang lebih besar. Serangkaian kampanye sosial dan tekanan internasional memaksa perusahaan untuk meninjau ulang sistem kerja mereka.
Namun perubahan tidak terjadi seketika. Selama target ekonomi tetap tinggi, banyak perusahaan masih sulit melepaskan ketergantungan pada jam kerja panjang.
Peran Teknologi dan Otomasi
Beberapa pakar berpendapat bahwa otomatisasi dan kecerdasan buatan dapat mengurangi beban kerja manual. Dengan distribusi kerja yang lebih efisien, perusahaan bisa menjaga produktivitas tanpa mengorbankan kesehatan pekerja.
Meski begitu, adopsi teknologi juga membawa tantangan baru. Ada kekhawatiran bahwa alih-alih mengurangi jam kerja, perusahaan justru memanfaatkan teknologi untuk menuntut output lebih tinggi dari pekerja.
Tuntutan Generasi Muda
Generasi muda pekerja di China semakin vokal menolak budaya kerja ekstrem. Mereka menuntut keseimbangan hidup dan kerja yang lebih sehat.
Fenomena “tang ping” atau “berbaring” muncul sebagai bentuk protes terhadap tekanan kerja berlebihan. Tren ini menunjukkan bahwa kesehatan pekerja telah menjadi isu sosial yang tidak bisa diabaikan.
Kesehatan pekerja di China menghadapi tantangan besar akibat jam kerja panjang yang masih banyak ditemui di berbagai sektor. Pola kerja enam hari 12 jam bukan hanya menggerus fisik, tetapi juga mental. Tekanan publik, regulasi pemerintah, dan tuntutan generasi muda memberi harapan akan perubahan. Namun, jalan menuju sistem kerja yang lebih manusiawi masih panjang. Untuk pembahasan lebih dalam mengenai tren tenaga kerja global dan kebijakan perusahaan, pembaca dapat melanjutkan ke artikel terkait di Insimen.
Eksplorasi konten lain dari Insimen
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.









