Starbucks China resmi berpindah kepemilikan mayoritas setelah raksasa investasi Tiongkok, Boyu Capital, membeli 60% saham operasional dengan nilai transaksi sekitar Rp 66 triliun.
Langkah ini menandai pergeseran besar dalam industri kopi global, ketika merek ikonik Amerika kini berada di bawah kendali kapital lokal Tiongkok.
Latar Belakang: Dari Simbol Amerika ke “Brand Lokal” China
Selama dua dekade, Starbucks menjadi simbol gaya hidup urban di China. Namun dominasi itu perlahan memudar setelah munculnya pesaing lokal seperti Luckin Coffee, yang mampu mengguncang pasar dengan inovasi cepat, harga murah, dan pendekatan digital agresif.
Pada 2017, Starbucks masih berjaya membuka gerai terbesar di dunia di Shanghai, seluas 2.000 meter persegi. Namun sejak 2020, tren berbalik. Konsumen China mulai beralih ke produk lokal yang lebih relevan dan terjangkau.
Mengapa Starbucks China Kalah Kompetisi

Budaya Kopi yang Lambat Berkembang
Ketika pertama kali masuk ke China 19 tahun lalu, Starbucks menghadapi hambatan besar.
Masyarakat Tiongkok belum memiliki budaya minum kopi, sementara harga produknya dianggap terlalu mahal. Butuh hampir dua dekade bagi Starbucks untuk mencapai pertumbuhan signifikan.
Namun pertumbuhan pesat ekonomi China di awal 2000-an memberi angin segar.
Kopi mulai menjadi bagian dari gaya hidup baru kalangan muda dan profesional. Starbucks sempat menikmati masa keemasan selama beberapa tahun.
Munculnya Luckin Coffee Sebagai Disruptor
Luckin Coffee hadir dengan strategi yang sangat agresif.
Harga produknya bisa setengah dari Starbucks, dan mereka memanfaatkan teknologi digital untuk mempercepat pemesanan dan promosi.
Pada 2023, kinerja kedua brand ini berbeda jauh:
| Indikator | Starbucks China | Luckin Coffee |
|---|---|---|
| Jumlah Gerai | 8.000 | 16.000 |
| Pendapatan Tahunan | Rp 52 triliun | Rp 57 triliun |
| Harga Saham 1 Tahun | Turun 15% | Naik 70% |
Inovasi menu, efisiensi operasional, dan penetrasi digital menjadi kunci kemenangan Luckin.
Starbucks, yang dikenal lambat beradaptasi, akhirnya tertinggal dalam kecepatan inovasi dan digitalisasi.
Akuisisi oleh Boyu Capital dan Maknanya
Siapa Boyu Capital?
Boyu Capital bukan pemain sembarangan. Didirikan oleh cucu mantan Presiden China Jiang Zemin, perusahaan ini dikenal sebagai salah satu konglomerat investasi terbesar dengan portofolio di Alibaba, Ant Financial, dan Mixue Bingcheng.
Dengan investasi lintas sektor dari teknologi, fintech, hingga F&B, Boyu dianggap mampu mentransformasi model bisnis Starbucks China menjadi lebih efisien dan digital.
Nilai akuisisi Rp 66 triliun bukan hanya mencerminkan besarnya potensi pasar kopi China, tetapi juga ambisi Boyu untuk mengokohkan posisi dalam industri gaya hidup modern.
Dampak Langsung ke Starbucks Global
Setelah akuisisi diumumkan, harga saham Starbucks naik 4% hanya dalam 24 jam.
Investor global menilai langkah ini sebagai sinyal positif karena mengembalikan relevansi Starbucks di pasar Asia melalui kemitraan lokal yang kuat.
Dengan integrasi potensi teknologi Ant Financial dan jaringan retail Mixue, Starbucks berpeluang mengembangkan format toko yang lebih kecil, efisien, dan murah tanpa kehilangan identitas premiumnya.
Dampak untuk Indonesia dan Pasar Komoditas

Peluang untuk Petani Kopi dan Kelapa Indonesia
China merupakan salah satu importir terbesar kopi, coklat, dan kelapa dari Indonesia.
Dengan pengelolaan baru yang lebih inovatif, Boyu dapat memperkenalkan varian rasa baru — termasuk “kopi kelapa” yang berpotensi meningkatkan permintaan bahan baku dari Indonesia hingga 10 kali lipat.
Kenaikan harga kelapa yang sudah mencapai 4 kali lipat dalam dua tahun terakhir bisa meningkat lagi, memberi peluang besar bagi petani dan eksportir lokal.
Dampak ke Ekosistem Kopi Lokal Indonesia
Pemain kopi lokal seperti Janji Jiwa, Kenangan, Tuku, dan Fore mungkin menghadapi tekanan baru.
Jika strategi Boyu diadopsi global oleh Starbucks, maka kita bisa melihat:
- Penurunan harga produk
- Perluasan toko kecil dan efisien
- Penguatan sistem digital dan pembayaran terintegrasi
Kondisi ini bisa memicu inovasi baru di pasar kopi Indonesia agar tetap kompetitif.
Masa Depan Industri Kopi Asia
Kompetisi Makin Teknologis
Dengan masuknya Boyu Capital, lanskap industri kopi di Asia akan berubah.
Kompetisi tak lagi sekadar soal rasa dan harga, tetapi juga kemampuan teknologi, efisiensi operasional, dan koneksi digital dengan pelanggan.
Starbucks kini bukan lagi “pemain luar” di China, melainkan bagian dari ekosistem raksasa digital negeri tersebut.
Transformasi Menuju Model Lokal dan Digital
Model bisnis baru yang digadang Boyu akan menekankan empat prinsip utama:
- Lebih murah — menekan harga tanpa menurunkan kualitas.
- Lebih cepat — dengan sistem digital dan supply chain canggih.
- Lebih lokal — menyesuaikan cita rasa dan kebiasaan konsumen China.
- Lebih digital — mengintegrasikan aplikasi, pembayaran, dan loyalitas dalam satu platform.
Strategi ini diharapkan mampu menyaingi Luckin Coffee, bahkan membuka peluang ekspansi baru di Asia Tenggara.
Penjualan 60% saham Starbucks China ke Boyu Capital bukan sekadar transaksi bisnis, melainkan simbol pergeseran kekuatan ekonomi global dari Barat ke Timur.
Kehadiran investor Tiongkok yang berpengalaman di bidang teknologi dan finansial menandai era baru bagi industri kopi: lebih lokal, lebih digital, dan lebih kompetitif.
Bagi Indonesia, peluang ekspor komoditas dan inovasi kopi lokal terbuka lebar.
Persaingan ini akan memaksa setiap pemain, dari global hingga lokal, untuk terus beradaptasi di tengah revolusi industri gaya hidup yang kian cepat.
Baca juga artikel terkait lainnya di Insimen tentang tren investasi global dan transformasi merek multinasional di Asia.









