Pernah dengar istilah sustainable lifestyle? Atau malah sudah sering lihat teman-temanmu bawa tumbler ke mana-mana, belanja pakai totebag kain, bahkan belanja skincare di toko refill? Yup, itu semua bagian dari tren gaya hidup berkelanjutan yang makin populer di kalangan generasi muda, terutama di kota-kota besar Indonesia.
Kalau dulu gaya hidup hijau sering dianggap ribet, sekarang justru jadi sesuatu yang keren dan punya nilai tambah. Anak muda perkotaan semakin sadar kalau setiap pilihan kecil mulai dari cara belanja, makan, hingga transportasi punya dampak besar buat lingkungan. Dan bukan cuma “ramah lingkungan” dalam arti mengurangi sampah, tapi juga sudah berkembang ke arah regenerative lifestyle alias gaya hidup yang membantu memulihkan alam.
Dari Tumbler Sampai Refill Store
Salah satu contoh paling nyata adalah tren bawa botol minum sendiri. Bukan cuma di kantor atau kampus, tapi juga saat nongkrong di kafe. Beberapa kedai kopi kekinian bahkan kasih diskon kalau kita pakai tumbler. Gerakan kecil ini ternyata bisa mengurangi ratusan botol plastik sekali pakai setiap tahunnya.
Lalu, ada juga fenomena refill store di kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Toko ini menjual sabun, sampo, hingga cairan pembersih rumah tangga yang bisa kita isi ulang dengan wadah sendiri. Anak muda suka banget karena selain ramah lingkungan, harganya juga lebih hemat.
Fashion Upcycle & Thrifting
Generasi Z di Indonesia juga makin akrab dengan thrifting alias belanja baju bekas berkualitas. Awalnya dianggap “ngirit”, sekarang jadi gaya hidup sekaligus statement fashion. Bahkan banyak brand lokal mulai bikin koleksi upcycle mengolah sisa kain atau baju lama jadi produk baru yang lebih stylish.
Tren ini bukan sekadar hemat atau anti-fast fashion, tapi juga bentuk kepedulian: mengurangi limbah tekstil yang tiap tahun jumlahnya menumpuk.
Transportasi & Mobility Hijau
Di kota besar, anak muda juga mulai peduli dengan pilihan transportasi. Bike to work atau sekadar bersepeda untuk olahraga akhir pekan kini jadi tren gaya hidup sehat sekaligus ramah lingkungan. Ditambah lagi hadirnya transportasi umum yang lebih baik MRT, LRT, TransJakarta mendorong lebih banyak orang meninggalkan kendaraan pribadi.
Bahkan ada komunitas anak muda yang aktif mengampanyekan jalan kaki lebih banyak. Simpel sih, tapi kalau dilakukan bareng-bareng, polusi udara bisa berkurang dan kesehatan juga terjaga.
Dari Konsumen Menjadi Kontributor
Nah, inilah yang membedakan sustainable dengan regenerative lifestyle. Kalau sustainable fokus pada “tidak merusak”, maka regenerative berusaha “memperbaiki” kondisi alam. Contohnya: komunitas anak muda yang rutin ikut urban farming, nanam sayuran organik di lahan sempit atau rooftop. Hasilnya bisa dimakan sendiri atau dibagikan ke tetangga.
Ada juga gerakan tanam pohon bareng yang dilakukan oleh komunitas kampus, kantor start-up, sampai influencer. Aktivitas ini bukan cuma simbolis, tapi benar-benar membantu memulihkan kualitas udara kota.
Hidup Sehat, Dompet Selamat
Menariknya, gaya hidup hijau ini nggak selalu bikin kantong jebol. Justru seringkali lebih hemat. Bayangin aja: bawa tumbler hemat jajan minuman sekali pakai, belanja di refill store bisa lebih murah daripada beli kemasan baru, dan thrifting dapat baju unik dengan harga miring.
Generasi muda perkotaan menemukan cara seru untuk hidup ramah lingkungan tanpa kehilangan gaya. Malah, jadi lebih authentic karena kita ikut membentuk cerita positif untuk bumi.
Sustainable & regenerative lifestyle bukan cuma tren sesaat, tapi bagian dari kesadaran baru. Anak muda di Indonesia membuktikan kalau perubahan besar bisa dimulai dari kebiasaan kecil. Dari bawa tumbler, belanja thrifting, sampai menanam sayur di halaman rumah semua itu jadi langkah nyata menjaga bumi.
Jadi, sudah siap ikutan gerakan ini?
Eksplorasi konten lain dari Insimen
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.









